Every state has permanent sovereignty over natural sesources (setiap negara memiliki kedaulatan permanen terhadap sumber daya alamnya). Resolusi Majelis Umum PBB No. 1803 Tahun 1962 ini, menjadi dasar pelaksanaan prinsip kedaulatan negara dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam. Resolusi PBB ini menegaskan bahwa nasionalisasi, expropriasi dan tindakan pengambilalihan lainnya oleh pemerintah, sangat dimungkinkan dengan alasan kepentingan publik, keamanan negara dan kepentingan nasional lainnya.
Dalam perspektif Hak Asasi Manusia, tindakan nasionalisasi juga dimungkinkan sebagai bagian dari upaya menghindari perampasan sumber-sumber penghidupan rakyat, khususnya disekor sumber daya alam. Pasal 1 International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR), menegaskan bahwa Semua bangsa mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri (self determination). Artinya, berdasarkan hak tersebut, negara berhak mengatur kekayaan alam yang kita miliki untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dalam UU nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanam Modal sendiri, tindakan nasionalisasi atau pengambialihan hak penanaman modal dapat dilakukan sepanjang diatur melalui undang-undang, sebagaimana dibunyikan Pasal 7 ayat (1). Yang berarti proses nasionalisasi tersebut memerlukan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR. Aturan ini bukanlah tanpa konsekuensi. Pemerintah diwajibkan memberikan kompensasi berdasarkan harga pasar. Jika timbul sengketa, maka arbitrase internasional sudah menanti.
Bahkan dalam sejarah nasionalisasi di era Sukarno, konsekuensi ganti kerugian ini juga diatur dalam UU Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda. Pemerintah tentu saja tidak boleh menutup mata terhadap konsekuensi tersebut, namun juga tidak harus menggadai kedaulatan bangsa dibawah ketakutan dan ancaman. Konsekuensi itu bukan hal yang pokok, jangan terjebak perdebatan dihilir tetapi lupa dengan hulunya, jangan mengejar asap sebelum dapat apinya.
Bangsa ini harus meneguhkan prinsip, ini saatnya memilih, nasionalisasi sekarang atau tidak sama sekali. Namun tentu saja nasionalisasi bukan sebatas jargon. Nasionalisasi tidak boleh hanya bersandar kepada pernyataan Presiden dan elit politik. Nasionalisasi membutuhkan sokongan mobilisasi massa luas dan terpimpin, sebab nasionalisasi adalah pekik perang kedaulatan sekaligus kemandirian gerakan dari seluruh rakyat Indonesia. Konsekuensi dan akibat-akibatnya kita tanggung bersama, yang pasti kita telah “melawan” sekuat-kuatnya, sebaik-baiknya.
Yogyakarta, 25 Februari 2017.
Teras Bumi says
Nasionalisasi perusahaan asing adalah pilihan mutlak yang tak bisa ditawar-tawar lagi.
Herdiansyah Hamzah says
Setuju. Sekarang tergantung elit, punya kehendak politik atau tidak untuk melakukan itu. Saya pesimis, mengingat kebijakan selama ini justru cenderung pro dengan kepentingan modal asing. Untuk itu, penting bagi rakyat melakukan mobilisasi dan tekanan agar nasionalisasi ini dilakukan demi kedaulatan bangsa.