Dirut Perusahaan Daerah (Perusda) PT. Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM) Kutai Kertanegara berinisial IR, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur. Penetapan tersangka ini berkaitan dengan dugaan kasus korupsi pengelolaan dana Participating Interest (PI) dengan nilai kerugian negara mencapai 50 milliar rupiah. Perusda Kutai Kartanegara ini ditunjuk sebagai pengelola dana hasil 10 persen produksi Blok Mahakam operator PT. Pertamina Hulu Mahakam (PHM). Selama kurun waktu 2018-2020, PT. MGRM menerima dana sebesar 70 miliar rupiah guna pembangunan tangki timbun Bahan Bakar Minyak (BBM)[1]. Tangki timbun ini sendiri, direncanakan dibangun di tiga lokasi, yakni Samboja, Balikappan, dan Cirebon[2].
Penetapan IR, mantan Dirut PT. MGRM ini, menambah daftar hitam Perusda di Kaltim yang terjerat kasus korupsi. Sebelumnya, Kejati Kaltim juga menangkap 2 orang pucuk pimpinan Perusahaan Daerah (Perusda) PT. Agro Kaltim Utama (AKU), yang berinisial Y dan N. Keduanya diduga menyelewengkan dana penyertaan modal yang disuntikkan ke PT. AKU senilai 27 miliar rupiah[3]. Perusda kepunyaan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang bergerak di bidang usaha pertanian, perdagangan, perindustrian dan pengangkutan darat tersebut, mendapatkan suntikan penyertaan modal sejak tahun 2003 sampai 2010. Dalam proses penyelidikan Kejati Kaltim, diketahui bahwa tersangka membuka 9 perusahaan yang 6 diantaranya merupakan perusahaan fiktif[4].
Cacat Integritas
Dalam satu kesempatan, Wakil Gubernur (Wagub) Kalimantan Timur, Hadi Mulyadi, menyarankan untuk menciptakan mekanisme perombakan internal Perusda. Dan salah satu cara perombakan internal yang dimaksud adalah sering melakukan rolling pegawai setiap dua sampai tiga tahun sekali[5]. Pernyataan Wagub untuk melakukan rolling terhadap pejabat Perusda setiap 2-3 tahun sekali, memang menjadi salah satu solusi untuk menghindari fraud dan perbuatan melawan hukum yang berujung tindak pidana korupsi. Namun opsi yang ditawarkan tersebut jelas tidak akan pernah cukup. Integritas berdasarkan rekam jejak, jangan sampai dinafikan dalam penempatan pejabat Perusda.
Baca juga : Jejak Sejarah Korupsi Di Indonesia.
Jika kita belajar dari kasus korupsi Perusda PT. MGRM ini, rasanya tidak masuk akal menempatkan IR sebagai Dirut, dengan melihat rekam jejak dan masalah integritasnya. Saat kasus korupsi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencuat pada tahun 2013 silam, nama IR kerap kali disebut-sebut. IR yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Divisi Penunjang Operasi SKK Migas, diduga turut memberikan suap kepada Rudi Rubiandini, mantan kepala SKK Migas yang divonis bersalah dalam kasus ini. Bahkan IR ketika itu sempat mendapat status pencekalan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dua pejabat SKK Migas lainnya[6].
Anehnya, IR tetap dipercaya menempati jabatan Dirut Perusda PT. MGRM tersebut, hingga akhirnya ditetapkan tersangka dalam perkara dugaan korupsi dana PI. Jadi memang PT. MGRM ini sudah bermasalah sejak awal pengisian pejabat pimpinannya. Pertanyaannya adalah, apakah memang persoalan integritas dan rekam jejak seseorang tidak menjadi faktor pokok dalam penempatan jabatan di Perusda? Penempatan jabatan pimpinan di Perusda harus benar-benar mempertimbangkan integritas dan rekam jejak ini. Belakangan terdengar kabar jika Rudi Rubiandini, yang notabene mantan terpidana korupsi, justru diangkat menjadi Dirut PT. Gerbang Raja Energi (GRE), anak perusahaan PT. MGRM[7]. Ini sama saja dengan mengulangi kesalahan serupa. Ibarat keledai yang jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.
Akar Persoalan
Perusda acap kali disebut sebagai bancakan elit politik. Ini sudah menjadi rahasia umum bagi publik. Memang sulit untuk mengungkap, tapi tentu bukan hal yang mustahil. Pengungkapan kasus-kasus dugaan korupsi Perusda, sangat ditentukan oleh keseriusan Aparat Penegak Hukum (APH), strategi yang digunakan, hingga seberapa kuat sokongan dari publik. Namun terlepas dari kinerja APH dalam pengungkapan kasus korupsi Perusda ini, setidaknya publik dapat memberikan penilaian terhadap masalah apa sesungguhnya yang mendasari maraknya kasus korupsi di Perusda tersebut. Jika kita urai dari hulu ke hilir, setidaknya terdapat 5 hal mendasar yang menjadi penyebab maraknya korupsi di Perusda, sebagaimana yang diuraikan dengan singkat berikut ini.
Pertama, regulasi. Besarnya ruang intervensi secara politik terhadap Perusda, bermula dari “aturan” yang memungkinkan para pejabat dan elit politik menjadikan Perusda sebagai bancakan. Salah satunya adalah PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD. Pasal 38 huruf k juncto Pasal 57 huruf l dalam PP tersebut menyebutkan bahwa salah satu syarat menjadi dewan pengawas, komisaris, dan direksi, adalah “tidak sedang menjadi pengurus partai politik, calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah, dan/atau calon anggota legislatif”. Frase “pengurus partai politik” bisa ditafsirkan bahwa jika berstatus anggota biasa, maka ketentuan ini tidak berlaku. Ini celah yang bisa dimanfaatkan oleh partai politik. Ini belum termasuk penempatan tim sukses di Perusda yang dilakukan oleh elit tertentu sebagai bentuk balas jasa.
Kedua, proses seleksi. Penempatan pejabat Perusda, memang tidak cukup hanya dengan pertimbangan syarat administratif semata. Ada syarat etika dan integritas yang tidak boleh dikesampingkan. United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) bahkan menegaskan agar prinsip integritas ini dijadikan dasar dalam pemilihan pejabat publik, termasuk jabatan Perusda. Mereka yang memiliki rekam jejak yang buruk, terutama berkaitan dengan kasus korupsi, seharusnya tidak layak dipercaya memimpin Perusda. Ketiga, sistem kerja. Mulai dari mekanisme pengaduan (whistle blowing system), sistem pengendalian gratifikasi, transparansi dan akuntabilitas keuangan, hingga rolling pejabat secara berkala, harus menjadi perhatian pokok dalam menjalankan Perusda.
Keempat, pengawasan. Metode pengawasan pengelolaan keuangan yang cukup efektif adalah melalui mekanisme audit. Sayangnya, selama ini belum ada mekanisme audit yang memadai terhadap Perusda, baik audit internal maupun audit eksternal. Semestinya, keuangan Perusda tidak bisa dicap hanya sebagai bagian dari lalu lintas bisnis semata. Oleh karena itu, keuangan Perusda bisa dijadikan domain pengawasan Inspektorat, BPKP, bahkan termasuk BPK secara eksternal. Dan Kelima, sanksi. Untuk memberikan efek jera (deterrent effect), maka perlu menjatuhkan sanksi maksimal. Namun akan jauh lebih men-jera-kan lagi jika yang diseret bukan hanya sekedar pelaku dilapangan, tetapi juga pejabat dan elit politik yang selama ini menjadikan Perusda sebagai bancakannya.
Tulisan ini sebelumnya sudah dimuat di Koran Harian Disway Kaltim, edisi Rabu 24 Feberuari 2021, dengan judul “Mencari Akar Korupsi“. Sumber gambar : Piramida.id.
[1] Sumber : https://kaltim.idntimes.com/news/kaltim/yuda-almerio-pratama-lebang/bangun-tangki-bbm-fiktif-dirut-perusda-di-kukar-jadi-tersangka/3. Diakses pada tanggal 22 Februari 2021 Pukul 22.35 Wita.
[2] Sumber : https://nomorsatukaltim.com/2021/02/18/dirut-perusda-migas-pemkab-kukar-tersangka-korupsi-proyek-fiktif/. Diakses pada tanggal 22 Februari 2021 Pukul 22.38 Wita.
[3] Sumber : https://kaltim.tribunnews.com/2020/11/03/kronologi-eks-dirut-pt-aku-ditangkap-kejati-kaltim-dugaan-penyelewengan-anggaran-penyertaan-modal. Diakses pada tanggal 22 Februari 2021 Pukul 22.40 Wita.
[4] Ibid.
[5] Sumber : https://kaltim.tribunnews.com/2021/02/21/terkait-kasus-pt-mgrm-wakil-gubernur-kaltim-hadi-mulyadi-minta-pejabat-perusda-sering-dirolling. Diakses pada tanggal 22 Februari 2021 Pukul 22.46 Wita.
[6] Sumber : https://nasional.tempo.co/read/508333/usai-diperiksa-kpk-pejabat-skk-migas-kabur/full&view=ok. Diakses pada tanggal 22 Februari 2021 Pukul 23.05 Wita.
[7] Sumber : http://kalpostonline.com/headline/mantan-terpidana-korupsi-jadi-direktur-perusda-migas-milik-kukar/2021/. Diakses pada tanggal 23 Februari 2021 Pukul 05.42 Wita.
Leave a Reply