Selama 42 tahun sistem politik otoritarian Orde Baru berdiri kokoh (sebelum tumbang di tahun 1998), ternyata masih menyimpang PR lama yang tak kunjung usai. Tulisan pendek ini hanya ingin sekedar mengingatkan kembali PR lama itu bagi Anda yang perduli. Wajah takut, jijik, angker dan lainnya, nampak begitu tajam diwajah masyarakat Indonesia selama berpuluh-puluh tahun ketiga mendengar kata sosialisme, komunisme, marx, lenin dan lainnya. Namun kini, sosialime yang kian meluas sebagai sistem alternatif ekonomi dan politik di berbagai belahan dunia, seharusnya mampu membalikkan wajah takut itu menjadi wajah yang penuh dengan keyakinan akan kehidupan yang lebih sejahtera, humanis dan berkeadilan.
Sosialisme dan Sejarah Bangsa Indonesia
Kita tahu bahwa Orde Baru dibangun dari ratusan ribu bahkan jutaan mayat manusia yang dicap PKI yang berhaluan kiri, komunis, sosialisme dll. Mereka tidak pernah terbukti bersalah secara hukum dan mengalami traumatik berkepanjangan, bahkan hingga hari ini. Mereka dan anak-anak mereka bahkan harus terbuang dari ruang social yang menjadikan mereka terbatasi dalam segala hal, pekerjaan, pendidikan, ibadah, hingga komunikasipun menjadi terasa sulit dan berat.
Anda mungkin pernah mengenal atau paling tidak mendengar istilah komunisme atau sosialisme?. Dan bisa dipastikan sebagian besar dari Anda akan merasa takut bahkan jijik dengan istilah ini. Inilah salah satu keberhasilan propaganda dan doktrin Orde Baru yang menjadikan otak masyarakat beku dengan hanya termakan kepatuhan semu terhadap penguasa tanpa harus menggunakan pikiran untuk mencerna realita yang ada. Sosialisme dan konunisme dalam sejarah perjalanan Bangsa kita, selalu dipersonafikasikan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI). Lantas benarkah PKI dan ajaran sosialisme sejelek dengan apa yang kita dengar dari penguasa? Dan bagaimana kita menjawab realita kemakmuran Negara-negara Amerika Latin (Venezuela, Cuba, Bolivia, dll) di bawah system “sosialisme” yang katanya jelek itu?
Ajaran sosialisme yang bahkan dilarang melalui TAP MPRS/XXV/1966 hingga kini, harus kita akui menjadi spirit dalam upaya perjuangan kemerdekaan Bangsa kita. Coba Anda buka catatan sejarah, “golongan” mana yang paling banyak disiksa, dibuang dan diasingkan ke camp-camp penyiksaan? Golongan komunis jawabannya. Golongan mana yang paling banyak terbunuh dan harus meninggallkan keluarga akibat keberaniaanyya mengatakan tidak terhadap penjajahan dan kolonialisme?. Golongan komunis jawabannya. Bahkan suatu ketika Soekarno dalam pidato politik dihadapan Front Nasional, 6 bulan setelah peristiwa September berdarah, menegaskan kontribusi penting dari kaum komunis ini.
Berikut kutipan pidato Soekarno sebagai bentuk ekspresi politiknya dalam memandang PKI dan tokoh-tokoh komunis yang begitu besar pengorbanannya sebagai garda terdepan dalam revolusi kemerdekaan Indonesia :
“Demikian pula aku tidak akan mau menutup mata bahwa golongan Kom, masya Allah, Saudara-saudara, urunannya, sumbangannya, bahkan korbannya untuk kemerdekaan bukan main besarnya. Bukan main besarnya !
“Karena itu, kadang-kadang sebagai Kepala Negara saya bisa akui, kalau ada orang berkata, Kom itu tidak ada jasanya dalam perjuangan kemerdekaan, aku telah berkata pula berulang-ulang, malahan di hadapan partai-partai yang lain, di hadapan parpol yang lain, dan aku berkata, barangkali di antara semua parpol-parpol, di antara semua parpol-parpol, ya baik dari Nas maupun dari A tidak ada yang telah begitu besar korbannya untuk kemerdekaan Indonesia daripada golongan Kom ini, katakanlah PKI, Saudara-saudara.
“Saya pernah mengalami. Saya sendiri lho mengalami, Saudara-saudara, mengantar 2000 pemimpin PKI dikirim oleh Belanda ke Boven Digul. Hayo, partai lain mana ada sampai ada 2000 pimpinannya sekaligus diinternir, tidak ada. Saya pernah sendiri mengalami dan melihat dengan mata kepala sendiri, pada satu saat 10 000 pimpinan daripada PKI dimasukkan di dalam penjara. Dan menderita dan meringkuk di dalam penjara yang bertahun-tahun (Sumber : Umar Said)
Sosialime dan Solidaritas Internasional
The map is changing, demikian salah satu kalimat pendek dari mantan Presiden Cuba, Fidel Castro. Ungkapan ini merupakan bentuk perlawanan terhadap imperium Amerika Serikat yang selama berpuluh-puluh tahun mendikte Negara dunia ketiga serta mendominasi dan memonopoli lalu lintas kebijakan global dalam semua bidang, ekonomi, politik, budaya, dll. Lihat saja bagaimana perlakuan terhadap Afganistan, Irak serta “Palestina”. Namun semuanya sudah mulai bergeser. Negara-negara dibelahan dunia, khususnya Amerika Latin telah mulai menyadari bahwa kita bias mandiri dan Kebijakan Neo-liberal (baca : kapitalisme) ala Imperium Amerika, hanya membawa kesengsaraan bagi ummat manusia.
Sosialisme internasional telah mulai bangkit, dan merubah perwajahan dunia dengan memberikan alternative sistem ekonomi, sosial dan politik. Ada beberapa fakta singkat yang menarik untuk kita kaji secara seksama. Secara politik, ketika Paltestina dibombardir oleh Israel, siapa Negara yang paling pertama bertindak tegas untuk mengusir duta besar Israel dari Negaranya? Venezule, Bolivia dan Cuba. Sikap untuk mengusir duta besar Israel tersebut adalah bagian dari protes keras sekaligus symbol perlawanan terhadap imperialism global di bawah kendali Amerika Serikat. Secara ekonomi, ketika krisis global melanda dunia yang dimulai dari krisis keuangan di AS, Negara-negara mana yang tidak secara signifikan terkena pengaruh dari krisis tersebut?. Jawabannya adalah Negara-negara Amerika latin yang memegang teguh prinsip Sosialisme, Venezuela, Cuba, Bolivia, dll. Secara social, ketika amuk alam melanda dimana-mana, badai Katrina misalnya yang menelan banyak korban jiwa. Siapa tim medis yang paling tanggap untuk memberikan bantuan? Cuba jawabannya.
Dari situasi diatas, saya sekali lagi ingin menegaskan kepada masyarakat Indonesia, masihkah kita takut dengan Sosialisme?. Masihkah kita enggan menjadikannya sebagai solusi alternative ditengah kegagalan kapitalisme melalui trend Neo-liberalismenya yang menyengsarakan rakyat?. Posisi penulis bukan ingin melakukan pembelaan terhadap sosialisme, sebab sistem sosialisme tidak harus dibela, namun fakta dan realita telah menunjukkan kepada dunia bahwa sosialisme adalah jalan kemakmuran bagi ummat manusia dimanapun.
Tulisan singkat ini dibuat pada tanggal 30 September 2009 silam dan dipublikasikan ulang sebagai arsip.
Leave a Reply