Jika kita lihat dari kacamata hukum, ada 2 aturan yang dapat dijadikan dasar untuk menjerat masyarakat yang menolak vaksin, yakni : Pertama, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Dalam ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU tersebut, menyebutkan bahwa, “Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam UU ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya 1 juta”.
Kedua, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam ketentuan Pasal 93 UU tersebut, menegaskan bahwa, “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak 100 juta rupiah”.
Namun ancaman pidana terhadap masyarakat yang menolak vaksin tersebut, rasanya tidak tepat dan terlampu berlebihan. Setidaknya ada 2 alasan mengapa narasi pidana bagi penolak vaksin tersebut dianggap tidak tepat. Pertama, hukum tidak boleh diposisikan seperti kacamata kuda yang enggan menengok kiri dan kanan. Kita jangan lupa jika terdapat norma lain yang mestinya jadi pertimbangan. Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memberikan keleluasaan bagi setiap orang untuk secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan jenis pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya sendiri. Jadi semestinya vaksin itu sifatnya opsional karena dikualifikasikan sebagai hak.
Kedua, hukum tidak boleh abai dengan entitas lain disekelilingnya. Pemerintah harus membuka mata terhadap hulu persoalan. Secara sosiologis, muncul pertanyaan penting, “mengapa penolakan terhadap vaksin ini mengemuka?” Karena tidak ada rasa aman yang mampu dihadirkan oleh Pemerintah terhadap vaksin tersebut. Jadi wajar ketika masyarakat ragu. Akar persoalan ini yang mestinya diselesaikan. Jauh lebih Pemerintah melakukan sosialisasi dan edukasi secara massif mengenai pentingnya vaksin tersebut, dibanding terus menggoreng narasi pidana bagi penolak vaksin.
Pendapat singkat ini, sebelumnya dimuat di Tribun Kaltim. Sumber gambar : Kompas.com.
Leave a Reply