Penyelundupan berasal dari kata “selundup”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, selundup dimaknai sebagai menyeluduk, menyuruk, masuk dengan sembunyi-sembunyi atau secara gelap (tidak sah)[1]. Sedangkan penyelundupan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan menyelundup atau menyelundupkan, atau memasukkan barang secara gelap untuk menghindari bea masuk atau karena menyelundupkan barang terlarang[2]. Dalam kamus Meriam Webster, penyelundupan didefinisikan sebagai mengimpor atau mengekspor secara diam-diam, bertentangan dengan undang-undang, dan terutama tanpa membayar bea yang dikenakan oleh undang-undang[3].
Penyelundupan kerap diidentikkan dengan lalu lintas ekspor-impor barang. Padahal jika dimaknai sebagai upaya untuk menerobos pintu masuk secara tidak sah, maka makna penyelundupan bisa diperluas dan dikaitakan dengan apa saja. Salah satunya yang berkaitan dengan penyelundupan pasal dalam pembentukan peraturan perundang-undangan (legislasi). Bentuk penyelundupan pasal yang jamak ditemui publik, adalah penghilangan ataupun penambahan pasal tertentu saat pengesahan undang-undang. Publik tentu saja tidak lupa dengan kontroversi hilangnya ayat tembakau dalam RUU Kesehatan[4], hingga RUU Cipta Kerja yang mengalami perubahan berkali-kali kendatipun telah disepakati dalam paripurna DPR[5].
Penyelundupan Hukum
Dalam kamus hukum, penyelundupan dikenal dengan istilah “smokkelaarij” dalam Bahasa Belanda atau “smuggling” dalam Bahasa Inggris, yang dijelaskan sebagai penyelundupan apapun yang merongrong stabilitas nasional baik pada bidang perekonomian, industri, transportasi atau lainnya yang termasuk penyabot program pembangunan adalah merupakan tindak pidana korupsi[6]. Sudargo Gautama, menyatakan bahwa perbuatan penyelundupan hukum dapat disimpulkan apabila adanya niat untuk mencapai tujuan yang tidak diperkenankan[7]. Dengan demikian, penyelundupan hukum sesungguhnya memiliki beragam bentuk, tidak hanya terbatas penghilangan atau penambahan pasal tertentu saja. Bahkan perubahan redaksi sekalipun, dapat dikualifikasikan sebagai penyelundupan hukum.
Penyelundupan hukum merupakan suatu cara untuk menyiasati suatu masalah hukum dengan mengubah akibat hukum suatu perbuatan dari merugikan menjadi menguntungkan dengan dilatarbelakangi alasan dan bermacam tujuan[8]. Dikutip dari halaman “Max Planck Encyclopedia of European Private Law”, penyelundupan hukum terjadi baik ketika hukum digunakan untuk tujuan yang tidak dirancang ataupun ketika penerapan hukum dihindari dengan sengaja tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk penerapannya[9]. Oleh karena itu, penyelundupan hukum atau apa bisa kita sebut sebagai “smuggling of law” dapat disimpulkan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan dengan penuh tipu muslihat terhadap suatu norma hukum demi mencapai suatu tujuan tertentu.
Permenaker JHT
Pada tanggal 4 Februari 2022, Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja (Menaker) mengundangkan beleid yang merubah ketentuan tata cara pemberian manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Salah satu hal krusial yang disorot dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Permenaker 2 Tahun 2022) ini adalah manfaat JHT bagi peserta yang mencapai usia pensiun, yang baru bisa diberikan saat usianya mencapai 56 tahun (Lihat Pasal 3 Permenaker 2 Tahun 2022). Persoalannya adalah, ketentuan usia 56 tahun ini juga berlaku kepada peserta yang berhenti bekerja, baik peserta yang mengundurkan diri maupun peserta yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) (Lihat Pasal 5 Permenaker 2 Tahun 2022).
Setidaknya ada 2 bentuk penyelundupan hukum dalam Permenaker 2 Tahun 2022 tersebut, yakni : Pertama, jika kita baca PP Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT (PP 60 Tahun 2015), yang dijadikan dasar pertimbangan Permenaker 2 Tahun 2022, sama sekali tidak mendelegasikan pengaturan lebih lanjut mengenai peserta yang berhenti bekerja melalui Peraturan Menteri. Dalam ketentuan Pasal 26 PP 60 Tahun 2015, hanya mendelegasikan pengaturan lebih lanjut melalui Peraturan Menteri terhadap peserta mencapai usia pensiun, peserta mengalami cacat total tetap, peserta meninggal dunia. Lantas darimana kewenangan pengaturan mengenai ketentuan usia 56 tahun sebagai syarat penerima manfaat JHT, terhadap peserta yang berhenti bekerja tersebut?
Kedua, dalam berbagai kesempatan, Pemerintah melalui staf khusus Menaker, menyebut karena sudah ada Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), maka penerima manfaat JHT bisa digeser dan akan diberikan saat usianya mencapai 56 tahun[10]. Sementara publik tahu jika JKP sendiri adalah mandatory dari UU Cipta Kerja yang diatur melalui PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program JKP. Oleh karena itu, menjadikan JKP sebagai dalih pengaturan JHT melalui Permenaker 2 Tahun 2022, pertanda aroma UU Cipta Kerja memang sangat kental dalam beleid tersebut. Memang benar UU Cipta Kerja dan aturan turunannya tidak disebutkan dalam konsideran Permenaker 2 Tahun 2022. Namun kuat dugaan, hal ini dilakukan untuk menghindari putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang memerintahkan untuk menangguhkan segala kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, termasuk untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja[11]. Dan kedua hal ini mengkonfirmasi jika Permenaker 2 Tahun 2022 adalah bentuk penyelundupan hukum.
Sumber gambar : Liputan6.com.
[1] Sumber : https://kbbi.web.id/selundup. Diakses pada tanggal 13 Februari 2022, Pukul 16.00 Wita.
[2] Ibid.
[3] Sumber : https://www.merriam-webster.com/dictionary/smuggling. Diakses pada tanggal 13 Februari 2022, Pukul 16.16 Wita.
[4] Sumber : https://nasional.kompas.com/read/2009/10/14/04594644/ayat.tembakau.hilang.di.dpr?page=all. Diakses pada tanggal 13 Februari 2022, Pukul 16.27 Wita.
[5] Sumber : https://nasional.kompas.com/read/2020/10/14/09011921/perubahan-draf-uu-cipta-kerja-dan-kesakralan-yang-hilang?page=all. Diakses pada tanggal 13 Februari 2022, Pukul 17.06 Wita.
[6] Yan Pramadya Puspa. 1977. Kamus Hukum Edisi Lengkap, Bahasa Belanda, Indonesia, Inggris. Semarang : CV. Aneka Semarang. hlm.775.
[7] Inge Sofian. 2006. Penyelundupan Hukum Oleh Orang Asing Untuk Memperoleh Hak Milik Atas Tanah. Tesis Progam Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, hlm.4. Dokumen ini dapat diunduh melalui link berikut ini : https://repository.unair.ac.id/36047/2/gdlhub-gdl-s2-2006-sofyaninge-1826-tmk40_06.pdf. Diakses pada tanggal 13 Februari 2022, Pukul 17.20 Wita.
[8] Amin Maulana. 2020. Penyelundupan Hukum Dengan Menggunakan Hubungan Kemitraan Pada Status Yang Seharusnya Hubungan Kerja Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Dengan Pekerjannya. Jurnal Suara Keadilan Vol. 1 Nomor 1 (2020), hlm.17-29. Doi : https://doi.org/10.24176/sk.v21i1.5676.
[9] Sumber : https://max-eup2012.mpipriv.de/index.php/Evasion_of_Law. Diakses pada tanggal 13 Februari 2022, Pukul 18.17 Wita.
[10] Sumber : https://www.kompas.tv/article/260968/dana-jht-baru-bisa-cair-saat-usia-56-tahun-kemenaker-aturan-ini-untuk-lindungi-pekerja. Diakses pada tanggal 13 Februari 2022, Pukul 20.00 Wita.
[11] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, hlm.417.
Leave a Reply