Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan profesi bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang bekerja pada instansi Pemerintah. Salah satu prinsip dasar dalam penyelenggaraan manajemen ASN adalah “Netralitas“. Artinya, setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Hal ini kemudian dikuatkan dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menyatakan bahwa, “Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik“.
Dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), prinsip netralitas ASN ini selalu menjadi perbincangan hangat diberbagai kalangan. Wajar saja, kekhawatiran akan keberpihakan ASN kepada salah satu pasangan calon, menjadi alasan utamanya. Pada dasarnya setiap warga negara memiliki hak pilih, termasuk ASN. Hal ini dijamin secara tegas didalam konstitusi kita. Tetapi hendaknya hak pilih ASN tersebut tidak dinyatakan secara terbuka, sehingga cenderung menjadi bentuk “Kampanye” yang sifatnya mengarahkan dukungan kepada salah satu pasangan calon. Dengan demikian, independensi ASN tetap terjaga tanpa menghilangkan hak pilihnya.
Netralitas ASN
Lantas bagaimana sesungguhnya ketentuan mengenai etika dan norma terkait netralitas ASN dalam Pilkada? Pertanyaan ini penting untuk dijawab untuk memberikan garis pedoman (guideline), bagaimana seharusnya ASN menempatkan dirinya dalam proses Pilkada. Pada prinsipnya, “etika” itu berkaitan dengan sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam pelaksanaan tugas dan pergaulan sehari-hari. Sementara “norma” selalu bertalian dengan 3 hal, apa yang tidak boleh dilakukan (verbod), apa yang harus dilakukan (gebod), dan apa yang boleh dilakukan (mogen).
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) diakhir Desember 2017 lalu, telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor B/71/M.SM.00.00/2017 tentang Pelaksanaan Netralitas bagi ASN dalam Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018, Pileg 2019 dan Pilpres 2019. Salah satu poin pokok yang dijabarkan dalam SE Menpan RB ini adalah Pasal 11 huruf c Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, yang menyebutkan bahwa, “Dalam hal etika terhadap diri sendiri, PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan“.
Setidaknya ada 7 bentuk larangan bagi ASN yang coba dikonstruksi oleh Pemerintah berdasarkan PP 42 tahun 2004 tersebut. Pertama, melakukan pendekatan kepada Partai Politik (Parpol) terkait rencana pengusulan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon. Kedua, memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain. Ketiga, mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon. Keempat, menghadiri deklarasi bakal pasangan calon, dengan atau tanpa atribut. Kelima, mengunggah foto atau menanggapi (like, share, komentar dan sejenisnya) semua hal yang terkait dengan pasangan calon di media online dan media sosial. Keenam, berfoto bersama dengan pasangan calon. Dan ketujuh, menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan parpol.
Apakah SE ini punya kekuatan hukum mengikat? Tentu saja. SE memang bukan produk peraturan perundang-undangan (regeling), tetapi dikategorikan sebagai peraturan kebijakan (beleidsregel). Peraturan kebijakan ini sendiri didasari oleh asas kebebasan bertindak (freies ermessen) yang disematkan kepada badan atau pejabat tata usaha Negara. SE merupakan instrumen administratif yang bersifat internal yang ditujukan untuk memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai suatu norma yang bersifat umum. Namun demikian, setiap SE tetap harus tunduk pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Salah satunya adalah, SE tidak boleh melabrak peraturan perundang-undangan yang ada.
Kampanye Pilkada
Hal penting lainnya adalah soal kehadiran ASN dalam kampanye pasangan calon. Ketentuan larangan kampanye ini sebenarnya sudah diatur secara eksplisit. Dalam Pasal 70 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-undang, menyatakan bahwa, “Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia“.
Norma ini dipertegas dalam Pasal 4 angka 15 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang menyatakan bahwa, “Setiap PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah“. Jadi boleh saja ASN hadir dalam kampanye sepanjang untuk mendengarkan program serta visi dan misi pasangan calon.
Definisi kampanye sendiri dijelaskan dalam Pasal 1 angka 21 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 jo. Pasal 1 angka 15 PKPU Nomor 4 Tahun 2017, yang menyebutkan bahwa, “Kampanye adalah kegiatan menawarkan visi, misi, program Pasangan Calon dan/atau informasi lainnya, yang bertujuan mengenalkan atau meyakinkan Pemilih“. Artinya, sebagai warga negara yang punya hak pilih, ASN memiliki hak yang sama dengan yang lainnya untuk menghadiri kampanye pasangan calon. Berbeda halnya dengan kehadiran ASN dalam deklarasi pasangan calon. Itu yang tidak diperbolehkan. Sebab deklarasi merupakan pernyataan sikap terbuka keikutsertaaan pasangan calon, yang menyiratkan dukungan.
Kesimpulannya, kehadiran ASN dalam kampanye pasangan calon tidak dilarang dengan beberapa catatan. ASN tidak boleh menjadi panitia dalam kegiatan kampanye, tidak mengkampanyekan pasangan calon, tidak menggunakan atribut, tidak terlibat dalam mobilisasi atau pengerahan massa, tidak berfoto bersama dengan pasangan calon, tidak mengunggah foto kegiatan kampanye pasangan calon ke media online dan media sosial, dan kegiatan lain yang mengindikasikan dukungan kepada pasangan calon.
Opini ini sebelumnya sudah dimuat di Koran Harian Kaltim Post, edisi Jum’at 2 Februari 2018.
[…] Baca juga : Netralitas ASN Dalam Pilkada […]