Baju ini paling sering saya pakai. Terutama disaat saya sedang ada agenda diskusi, aksi, seminar, atau bahkan sekedar bertemu “Kawan” untuk ngopi. Bukan karena emblem merah putih dan kata Indonesia di kedua lengan baju ini. Tapi karena memang saya merasa nyaman memakainya. Jadi memang sangat subjektif karena menyangkut selera.
Sebenarnya baju ini tidak punya nilai historis yang dalam. Bahkan saya sendiri lupa asal usul baju ini. Datangnya darimana, pemberian siapa atau dibeli dimana. Yang pasti, “Indo Anakku” (baca : Ibu dari anak saya) memilih untuk menguburkannya pagi ini. Alasan utamanya, baju ini sudah tak layak pakai, warna memudar dan bagian ketiaknya sudah mengeras akibat tak mampu menahan energi keringat dan bau badan saya.
Sebenarnya ada opsi untuk menyisihkannya di lemari pakaian. Menyimpan dengan rapi agar kelak punya bahan untuk bercerita ke anak saya. Tapi opsi itu ditolak mentah-mentah. Indo Anakku tidak percaya. Kalau tetap disimpan di lemari, baju itu akan terus Ayah pakai, ujarnya. Baiklah, silahkan dipensiunkan kalau begitu. Tapi saya minta kesempatan terakhir untuk sekedar memotretnya.
Agak “lebay” memang, tapi begitulah cara untuk melepasnya. Meski harus dipensiunkan, tapi setidaknya ada dua momentum yang membuat ingatan saya tentang rupa baju ini tidak akan hilang. Pertama, pemberitaan di satu media yang masih setia memakai foto disaat saya memakai baju ini (setidaknya sampai catatan pendek ini dibuat). Dan yang Kedua, video yang di upload di channel youtube pribadi saya saat Aksi Kamisan Kaltim. Saat itu saya memakai baju ini berorasi dan membaca puisi bersama anak saya. R.I.P. Baju Kesayangan.
Leave a Reply